Bukannya gigi putih, orang Jepang zaman dulu malah menginginkan gigi yang hitam (Ohaguro). Apa alasan mereka melakukan tradisi menghitamkan gigi?
Ohaguro, tradisi menghitamkan gigi dalam sejarah Jepang (CultureFrontier/Wikiwand) |
Saat ini, banyak orang ingin memiliki gigi yang putih dan sehat. Tak hanya merawat gigi dengan sikat gigi dengan rutin, orang-orang pun kemudian datag ke dokter gigi untuk melakukan perawatan pemutihan gigi. Namun, di zaman dulu, justru ada tradisi di mana orang-orang lebih suka menghitamkan giginya.
Tradisi itu disebut Ohaguro (yang dapat diterjemahkan sebagai 'gigi menghitam'). Melansir Ancient Origins, Ohaguro adalah praktik di mana orang-orang (biasanya wanita) mengecat gigi mereka menjadi hitam.
Tradisi ini diketahui dilakukan di berbagai belahan dunia, termasuk Asia Tenggara, Kepulauan Pasifik, dan bahkan Amerika Selatan. Namun, tradisi ini paling sering dikaitkan dengan Jepang.
Hingga akhir abad ke-19 gigi hitam dianggap sebagai tanda kecantikan di Jepang. Selain itu, praktik menghitamkan gigi dalam masyarakat Jepang juga memiliki tujuan lain.
Metode tradisional yang digunakan untuk menghitamkan gigi (Ohaguro) adalah dengan mengonsumsi pewarna dalam minuman yang disebut Kanemizu.
Untuk membuat pewarna, serbuk besi terlebih dahulu direndam dalam teh atau sake dengan cuka. Ketika besi teroksidasi, cairan akan berubah menjadi hitam.
Rempah-rempah seperti kayu manis, cengkeh, dan adas manis perlu ditambahkan ke dalamnya karena rasa pewarna tersebut dikatakan keras. Setelah pewarna diminum, ini akan menyebabkan gigi peminum menjadi hitam.
Agar gigi tetap hitam, proses ini diulang sekali sehari atau sekali setiap beberapa hari. Hasilnya tampaknya permanen, karena ada kerangka dari periode Edo yang giginya masih hitam karena praktik Ohaguro.
Tidak diketahui kapan dan bagaimana praktik Ohaguro dimulai. Namun, praktik ini menjadi populer pada suatu waktu selama periode Heian (abad ke-8 hingga ke-12 M). Selama periode ini, kaum bangsawan, terutama anggota wanitanya, mempraktikkan pewarnaan gigi hitam.
Selain sebagai simbol kecantikan, saat itu praktik Ohaguro dikatakan dapat memperkuat gigi dan melindungi seseorang dari masalah gigi seperti gigi berlubang dan penyakit gusi.
Para samurai juga mempraktikkan Ohaguro untuk menunjukkan kesetiaan mereka kepada tuan mereka.
Pada periode Edo (abad ke-17 hingga ke-19 M), praktik ini telah menyebar dari kelas aristokrat ke kelas sosial lainnya.
Selama periode ini, Ohaguro umumnya dipraktikkan di kalangan wanita yang sudah menikah, wanita yang belum menikah berusia di atas 18 tahun, pelacur, dan geisha. Jadi, gigi hitam menandakan kematangan seksual seorang wanita.
Ini bisa jadi merupakan kelanjutan dari praktik periode Muromachi sebelumnya di mana anak perempuan komandan militer mulai mengecat gigi mereka menjadi hitam untuk menunjukkan kedewasaan mereka – saat mereka berusia 8-10 tahun!
Selama periode Meiji yang menggantikan periode Edo, praktik Ohaguro mulai ditinggalkan. Sebagai bagian dari upaya pemerintah Jepang yang baru untuk memodernisasi negara, Ohaguro dilarang pada tahun 1870.
0 Comments